Perjuangan Dakwah Dan Kesabaran Rasulullah Nan Mulia
Perjuangan Dakwah Dan Kesabaran Rasulullah Nan Mulia
Kaum muslimin rahimakumullah,
tidak ada suatu nikmat yang Allah curahkan kepada seluruh hamba-Nya
melainkan nikmat tersebut adalah nikmat yang besar. Diantara nikmat
terbesar bagi umat manusia adalah diutusnya para rasul yang bertugas
memberi petunjuk ke jalan yang benar. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh
Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman, ketika
Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka
sendiri” (QS. Ali Imran : 164). Adapun rasul yang diutus untuk
menyampaikan risalah yang berlaku bagi seluruh umat manusia -yang
merupakan rasul akhir zaman- adalah Rasulullah nan mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sifat dan karakter Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Diantara sifat dan karakter beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah apa yang telah Allah Ta’ala sebutkan di dalam Al Qur’an melalui firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya
telah datang seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu,
amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang beriman” (QS. At Taubah : 128)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah Ta’ala
berfirman (pada surat At Taubah ayat 128) sebagai permberitahuan
tentang anugerah Allah kepada orang-orang yang beriman, yaitu pengutusan
seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, dari jenis mereka, dan satu
bahasa dengan mereka. Ia merasa berat menyaksikan penderitaan dan
kesusahan yang menimpa umatnya, dan berkeinginan keras untuk memberi
petunjuk dan menghasilkan manfaat dunia akhirat kepada kalian, serta
sangat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang yang beriman”
(selengkapnya di Tafsir Ibnu Katsir).
Sekilas sejarah perjuangan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
1. Memulai dakwah secara rahasia selama tiga tahun
Sebagaimana diketahui, kota Makkah
merupakan pusat agama bangsa Arab. Di sana terdapat para pengabdi Ka’bah
dan pengurus berhala serta patung-patung yang disakralkan oleh seluruh
bangsa Arab. Untuk mencapai sasaran, yaitu melakukan perubahan di kota
Makkah, jauh lebih sulit dan sukar jika dibandingkan apabila hal
tersebut jauh darinya. Karenanya, berdakwah membutuhkan tekad baja yang
tak mudah tergoyahkan oleh beruntunnya musibah dan bencana yang menimpa.
Maka, memulai dakwah secara rahasia merupakan suatu hal yang bijaksana
dalam menghadapi hal itu agar penduduk Makkah tidak dikagetkan dengan
sesuatu yang bisa memancing emosi mereka.
Merupakan hal yang wajar bila yang pertama kali dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah menawarkan Islam kepada orang-orang yang memiliki hubungan dekat
dengan beliau, keluarga serta sahabat-sahabat karib beliau. Tidak
sedikit diantara mereka yang tidak sedikitpun disusupi oleh kebimbangan
terhadap keagungan Rasulullah, kebesaran jiwa beliau, serta kebenaran
berita yang dibawanya. Mereka merespon dengan baik dakwah beliau. Dalam
sejarah Islam, mereka dikenal sebagai As Sabiqun Al Awwalun (orang-orang
yang paling dahulu dan pertama masuk Islam). Di barisan depan adalah
istri Nabi, Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid, disusul mantan
budak beliau Zaid bin Harits bin Syarahbil Al Kalbi, sepupu beliau Ali
bin Abi Thalib yang ketika itu masih kanak-kanak dan hidup dalam asuhan
beliau, serta sahabat karib beliau Abu Bakar Ash Shiddiq. Mereka semua
memeluk Islam di hari pertama dakwah (Ar Rahiq Al Makhtum, hal. 80-81)
2. Berdakwah secara terang-terangan
Awal dimulainya perintah untuk berdakwah secara terang-terangan adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat” (QS. Asy Syu’ara : 214). Pada surat Asy Syu’ara ini, sebelumnya terdapat cerita yang menyinggung kisah Musa ‘alaihis salam
sejak permulaan kenabian hinggan hijrahnya beliau bersama Bani Israil,
lolosnya mereka dari kejaran Fir’aun, serta tenggelamnya Fir’aun bersama
kaumnya. Kisah ini mengandung semua tahapan yang dilalui oleh Musa ‘alaihis salam
dalam dakwahnya kepada Fir’aun dan kaumnya agar menyembah Allah.
Seakan-akan rincian ini semata-mata dipaparkan seiring dengan perintah
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berdakwah
di jalan Allah agar di hadapan beliau dan para sahabatnya terdapat
contoh atas pendustaan dan penindasan yang akan mereka alami nantinya
manakala mereka melakukan dakwah tersebut secara terang-terangan. (Ar Rahiq Al Makhtum, hal. 84)
Dalam sejarah beliau berdakwah secara
terang-terangan, setelah beliau merasa yakin dengan janji pamannya, Abu
Thalib, yang akan melindungi dalam tugasnya menyampaikan wahyu
Rabb-nya, suatu hari beliau berdiri di atas bukit Shafa seraya
berteriak, “Ya Shabahah! (Wahai manusia datanglah kemari).” Lalu
berkumpullah suku-suku Quraisy. Kemudian Nabi mengajak mereka untuk
bertauhid, beriman kepada risalah yang dibawanya dan kepada hari akhir. (Ar Rahiq Al Makhtum, hal. 85)
Berbagai rintangan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Betapa banyak rintangan yang dialami
oleh Rasulullah dalam berdakwah mengajak manusia kepada tauhid. Kaum
musyrikin berusaha untuk menghalangi dakwah Nabi dengan berbagai cara,
diantaranya :
1. Menyindir, menghina, mengejek, mendustakan, dan menertawakan.
Tujuan mereka dengan semua ini adalah
melemahkan dan menggembosi semangat kaum muslimin. Mereka memberikan
tuduhan-tuduhan buruk, dungu, dan bodoh kepada Nabi. Mereka memanggil
Nabi dengan sebutan orang gila. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan mereka berkata, Hai orang yang diturunkan kepadanya Adz-Dzikr (Al Qur’an), sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila” (QS. Al Hijr : 6). Mereka menjuluki beliau sebagai tukang sihir dan pembual. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Dan
mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan
(rasul) dari kalangan mereka, dan orang-orang kafir berkata, ‘Ini adalah
seorang ahli sihir yang banyak berdusta’.” (QS. Shad : 4).
2. Mencoreng ajaran-ajaran beliau dan
menyebarkan syubhat-syubhat, iklan-iklan palsu, dan tuduhan-tuduhan
rendah terhadap ajaran dan kepribadian Nabi, sehingga orang-orang awam
tidak memiliki peluang untuk merenungkan dakwah beliau.
3. Menentang Al Qur’an dengan mengatakan isinya adalah dongeng orang-orang terdahulu dan menyibukkan manusia dengannya
4. Melakukan negosiasi
Mereka berusaha mempertemukan ajaran
Islam dengan jahiliyah di persimpangan jalan. Caranya adalah orang-orang
musyrikin akan meninggalkan sebagian dari agama mereka dan Nabipun
diminta meninggalkan sebagian dari agama beliau. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka mereka menginginkan supaya kamu besikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)” (QS. Al Qalam : 9). (Ar Rahiq Al Makhtum, hal. 89-90)
Bahkan lebih dari itu, kaum musyrikin sangat berkeinginan untuk menghabisi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Suatu kisah menyebutkan bahwa Uqbah bin Abi Mu’ith menginjak-injak
tengkuk beliau yang mulia saat beliau sedang sujud sehingga
hampir-hampir biji matanya keluar (Ar Rahiq Al Makhtum, hal. 106)
Kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdakwah
Sungguh beliau adalah manusia yang
paling mulia, sikap, tingkah laku, serta gerak-gerik beliau. Semuanya
patut dijadikan contoh oleh siapa saja yang menghendaki kebaikan.
Diantara perkara nan agung yang patut kita teladani adalah kesabaran
beliau dalam mengajak manusia kepada agama Islam. Di antara contoh kisah
yang menunjukkan besarnya kesabaran beliau dalam berdakwah adalah
tatkala di bulan Syawwal tahun sepuluh kenabian, beliau berangkat ke
Thaif yng berjarak kurang lebih enam puluh mil dari Makkah. Beliau
berangkat dengan berjalan kaki pulang-pergi dengan disertai mantan
budaknya Zaid bin Haritsah. Setiap melewati kabilah dalam perjalanannya,
beliau mengajak mereka kepada Islam, namun tak satupun yang menjawab.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Thaif selama
sepuluh hari. Beliau tidak meninggalkan seorang tokohpun dari mereka
kecuali beliau mendatangi dan mengajaknya kepada Islam.
Namun mereka malah mendustakan dan
mengusir beliau, bahkan ketika Nabi hendak pergi meninggalkan Thaif,
mereka menghina dan melempari Nabi dengan batu. Mereka melempari tumit
Nabi sehingga sepasang sandal beliau berlumuran darah. Dalam sebuah
hadits shahih riwayat Bukhari, ketika beliau ditawari oleh
malaikat gunung, “Jika engkau mau, aku akan menimpakan Akhsyabain (dua
gunung di Makkah yang berhadapan) atas mereka”, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Justru aku berharap Allah berkenan mengeluarkan dari sulbi mereka orang-orang yang menyembah Allah Ta’ala semata dan tidak mempersekutukannya dengan sesuatu apapun.” (Ar Rahiq Al Makhtum, hal. 134-136)
Komentar
Posting Komentar