Perkembangan Agama Hindu-Budha Di Indonesia
Perkembangan Agama Hindu-Budha Di Indonesia
Agama Hindu dan Buddha merupakan Agama
yang berasal dari negara India, yang pada perjalanannya menjadi salah satu
agama-agama terbesar pengikutnya. Secara garis besar perkembangan agama
Hindu dibedakan menjadi tiga tahap. Tahap pertama berlangsung
sekitar abad 1500-1000 SM yang dikenal dengan agama Weda. Tahap kedua
ditandai dengan munculnya agama Brahman (1000-750 SM), tahap kedua adalah zaman
agama Buddha yang berlangsung sekitar 500 SM-300 M. yang mempunyai corak berbeda
dengan agama Weda. Tahap ketiga ditandai dengan munculnya
pemikiran-pemikiran kefilsafatan yang berpusat di sekitar sungai Gangga
(750-300 M), dan tahap yang ketiga adalah apa yang dikenal dengan agama Hindu
yang berlangsung sejak 300 M. sampai sekarang. Agama Hindu berkembang hingga ke
luar India termasuk Indonesia, yang dibawa oleh para Rsi atau para Brahman.
Agama Hindu merupakan agama impor yang pertama kali masuk ke Indonesia dan
berinteraksi dengan masyarakat Indonesia yang notabenenya sudah mempercayai
Animisme dan Dinamisme. Sedangkan agama Buddha sendiri bisa dikatakan sebagai
pembaharu dari agama Hindu yang dibawa oleh Sidharta Gautama. Yang pada
perjalannya sang Buddha sendiri melakukan pengembaraan untuk mencari penerahan
yang abadi. Berbeda halnya dengan agama hindu, agama Buddha lebih banyak
berkembang di Cina di bandingkan dengan asal mulanya agama tersebut yaitu
India.
Sedangakan Agama Hindu dan Buddha masuk
di Indonesia sekitar abad ke 7 M, yang dibawa oleh para Rsi maupun para Bikhhu.
Harun Hadiwijono mengatakan bahwa kira-kira abad ke 15 SM. nenek moyang bangsa
Indonesia memasuki Indoneisa dari daratan Cina Selatan, dengan melewati dua
jalur, yaitu jalur utara dan barat. Jalur utara melewati Jepang, Taiwan,
Pilipin, dan menyebrang di Sulawesi, Indoneisa bagian Timur, Irian dan
Melanesia, sedangakan jalur barat melewati Indo Cina, Siam, Malaya, serta
menyebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Dan dari perjalan atau jalur
tersebut, saya berpendapat ini merupakan salah satu cara masuknya atau
berkembanganya pengaruh agama Hindu dan Buddha di Indonesia.
Proses
Masukknya Agama Hindu-Buddha ke Indonesia.
Peta
Jalur Perdagangan Laut Asia Tenggara
Agama
Hindu- Budha berasal dari India, yang kemudian menyebar ke Asia Timur dan
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya
sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan
dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu
lintas perdagangan dunia.
Awal
abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur
sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan
antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan
aktif dalam perdagangan tersebut. Akibat hubungan dagang tersebut, maka
terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan
Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun
budaya Cina ke Indonesia. Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama
Hindu - Budha ke Indonesia, tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun
demikian para ahli memberikan pendapat tentang proses masuknya agama Hindu -
Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.
Keterlibatan
bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional
tersebut menyebabkan timbulnya percampuran budaya. Misalnya saja India,
negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk
budaya Hindu. Para sejarawan mengatakan bahwa banyak pendapat atau teori
masuknya agama hindu di Indonesia, antara lain:
1.
Teori Brahman
Teori
ini di kemukakan oleh J.C. Van Leur, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke
Indonesia dibawa oleh kaum Brahman. Hanya kaum Brahmanalah yang berhak
mempelajari serta mengajarkan agama Hindu karena hanya kaum Brahmanlah yang
mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut
diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang
untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Beliau juga mengatakan
bahwa kaum Brahman sangat berperan dalam penyebaran agama dan kebudayaan
agama Hindu ke
Indonesia.
2.
Teori Ksatria
Terdapat
dua pendapat mengenai teori Ksatria yang pertama menurut Prof.Dr.Ir.J.L.Moens
berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria
atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India
abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke
Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia. Yang
dikemukakan oleh F.D.K. Bosch, menyatakan bahwa adanya raja-raja dari India
yang datang menaklukan daerah-daerah tertentu di Indonesia yang telah
mengakibatkan penghinduan penduduk setempat.
3.
Teori Wasiya
Yang
dikemukakan oleh N.J. Krom, mengatakan bahwa pengararuh Hindu masuk ke
Indonesai melalui golongan pedagang dari kasta waisya yang menetap di Indonesai
dan kemudian memegang peranan penting dalam proses penyebaran kebudayaan India
termasuk agama Hindu.
4.
Teori Sudra
Von
van Faber, menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawah oleh kasta
sudra. Tujuan mereka adalah mengubah kehidupan karena di India mereka hanya
hidup sebagai pekerja kasar dan budak. Dengan jumlah yang besar, diduga
golongan sudralah yang memberi andil dalam penyebaran agama dan kebudayaan
Hindu ke Nusantara.
5.
Teori Campuran
Teori
ini beranggapan bahwa baik kaum brahmana, ksatria, para pedagang, maupun
golongan sudra bersama-sama menyebarkan agama Hindu ke Indonesia sesuai dengan
peran masing-masing.
6.
Teori Arus Balik
Teori
arus blik ini tidak hanya berlaku untuk proses masuknya agama Hindu ke
Indonesia saja melainkan untuk agama Buddha juga. Para ahli mengatakan
bahwa banyak pemuda di Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke
India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha.
Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk
menyebarkannya. Sedangakan menurut pendapat FD. K. Bosh, teori arus balik
ini menekankan peranan bangsa Indonesia dalam proses penyebaran kebudayaan
Hindu dan Budha di Indonesia. Menurutnya penyebaran budaya India di Indonesia
dilakukan oleh para cendikiawan atau golongan terdidik. Golongan ini dalam
penyebaran budayanya melakukan proses penyebaran yang terjadi dalam dua tahap
yaitu sebagai berikut: Pertama, proses penyebaran di lakukan oleh golongan
pendeta Buddha atau para biksu, yang menyebarkan agama Budha ke Asia termasuk
Indonesia melalui jalur dagang, sehingga di Indonesia terbentuk masyarakat
Sangha, dan selanjutnya orang-orang Indonesia yang sudah menjadi biksu,
berusaha belajar agama Budha di India. Sekembalinya dari India mereka membawa
kitab suci, bahasa sansekerta, kemampuan menulis serta kesan-kesan mengenai
kebudayaan India. Dengan demikian peran aktif penyebaran budaya India,
tidak hanya orang India tetapi juga orang-orang Indonesia yaitu para biksu
Indonesia tersebut. Hal ini dibuktikan melalui karya seni Indonesia yang sudah
mendapat pengaruh India masih menunjukan ciri-ciri Indonesia. Kedua,
proses penyebaran kedua dilakukan oleh golongan Brahmana terutama aliran
Saiva-siddharta. Menurut aliran ini seseorang yang dicalonkan untuk menduduki
golongan Brahmana harus mempelajari kitab agama Hindu bertahun-tahun sampai
dapat ditasbihkan menjadi Brahmana. Setelah ditasbihkan, ia dianggap telah
disucikan oleh Siva dan dapat melakukan upacara Vratyastome / penyucian diri
untuk menghindukan seseorang
Pada dasarnya teori Brahmana, Ksatria dan Waisya
memiliki kelemahan yaitu, golongan Ksatria dan Waisya tidak mengusai bahasa
Sansekerta. Sedangkan bahasa
Sansekerta adalah bahasa sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci
Weda. Dan golongan Brahmana walaupun menguasai bahasa
Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh menyebrangi laut.
Jadi
hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut Hindu -
Budha ke Indonesia. Beberapa teori di atas menunjukan bahwa masuknya
pengaruh Hindu - Budha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun
tetap di dukung oleh proses perdagangan.
Untuk
agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang disebut dengan
Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha masuk ke Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha yang terbuat dari
perunggu diberbagai daerah di Indonesia antara lain Sempaga (Sulsel), Jember
(Jatim), Bukit Siguntang (Sumsel). Dilihat ciri-cirinya, arca tersebut berasal
dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad 2 - 5 Masehi. Dan di samping
itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara (India Utara) di Kota
Bangun, Kutai (Kaltim).
Pada
umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya
budaya Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang
Indonesia sendiri. Bukti tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah
penemuan arca perunggu Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan).
Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca
yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha
tersebut merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci
agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa
Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu
memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di Kerajaan Sriwijaya pada abad
ke-7 Masehi.
Interaksi
Dengan Kebudayaan Indonesia dan Perkembanganya
Indonesia
adalah negara yang kaya akan budaya, dan sangat erat kaitanya dengan tindak
tutur manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Khususnya Pulau Jawa
tradisi lokal pribumi Jawa sendiri sejak dulu telah mewarnai kebudayaan
setempat. Di tambah lagi dengan masuknya pengaruh dari Hindu-Buddha yang
di terima dengan baik dan ramah oleh orang-orang Jawa karena memang banyak kesamaan
dengan kepecayaan asli bangsa Indonesia. Perkembangan Hindu-Buddha di
Indonesia banyak ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan serta
bangunan-bangunan yang bercorakan Hindu-Buddha, diantaranya:
Kerajaan
dan Bangunan Yang Bercorak Hindu
Kerajaan
Kutai
Kerajaan
Kutai merupakan kerajaan tertua bercorak Hindu di Indonesia. Kerajaan ini
terletak di Kalimantan, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai sendiri
diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan
tersebut. Tujuh buah yupa merupakan sumber utama bagi para ahli untuk
menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut,
diketahui bahwa raja yang memerintah Kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.
Mulawarman
adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga, Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat
kental dengan pengaruh bahasa Sansekerta. Putra Kudungga, Aswawarman,
kemungkinan adalah raja pertama kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga
diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar
Wangsakerta, yang artinya pembentuk Keluarga.
Putra
Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa, diketahui bahwa pada masa pemerintahan
Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya
meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera
dan makmur.
Kerajaan
dan Bangunan Yang Bercorak Buddha
Kerajaan
Sriwijaya
Kerajaan
Sriwijaya didirikan ± abad ke-7 hingga tahun 1377. Pada mulanya Kerajaan
Sriwijaya berpusat di sekitar Sungai Batanghari, pantai timur Sumatra,
tetapi pada perkembangannya wilayah kerajaan Sriwijaya meluas hingga meliputi
wilayah Kerajaan Melayu, Semenanjung Malaya, dan Sunda (kini wilayah Jawa
Barat). Catatan mengenai kerajaan-kerajaan di Sumatra didapat dari seorang
pendeta Buddha dari Tiongkok yang bernama I-Tsing yang pernah tinggal di
Sriwijaya antara tahun 685-689 M.
Dari
Prasasti Kedukan Bukit (683), dapat diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukan daerah Minangatamwan, Jambi.
Daerah Jambi sebelumnya adalah wilayah kerajaan Melayu. Daerah itu merupakan
wilayah taklukan pertama Kerajaan Sriwijaya. Dengan dikuasainya wilayah Jambi,
Kerajaan Sriwijaya memulai peranannya sebagai kerajaan maritim dan perdagangan
yang kuat dan berpengaruh di Selat Malaka. Ekspansi wilayah Kerajaan Sriwijaya
pada abad ke-7 menuju ke arah selatan dan meliputi daerah perdagangan Jawa di
Selat Sunda.
Kerajaan
Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Pada
masa itu, kegiatan perdagangan luar negeri ditunjang juga dengan penaklukan
wilayah-wilayah sekitar. Sepanjang abad ke-8, wilayah Kerajaan Sriwijaya meluas
kea rah utara dengan menguasai Semenanjung Malaya dan daerah perdagangan di
Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Sejarah tentang Raja Balaputradewa dimuat
dalam dua prasasti, yaitu Prasasti Nalanda dan Prasasti Ligor.
Raja
kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada
masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman, hubungan Kerajaan Sriwijaya
dan kerajaan Chola dari India yang semula sangat erat mulai renggang. Hal itu
disebabkan oleh seranggan yang dilancarkan Kerajaan Chola di bawah pimpinan
Rajendracoladewa atas wilayah Sriwijaya di semenanjung Malaya.
Serangan-serangan tersebut menyebabkan kemunduran kerajaan Sriwijaya.
MASUKNYA
AGAMA HINDU DI BALI
Masa
Prasejarah
Zaman
prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh
kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan. Walaupun pada
zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan riwayat
kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada masyarakat pada masa
itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam
kurun waktu yang cukup panjang, maka bukti-bukti yang telah ditemukan hingga
sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala harapan kita.
Berkat
penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya bangsa
Belanda dan putra-putra Indonesia maka perkembangan masa prasejarah di Bali
semakin terang. Perhatian terhadap kekunaan di Bali pertama-tama diberikan oleh
seorang naturalis bernama Georg Eberhard Rumpf, pada tahun 1705 yang dimuat
dalam bukunya Amboinsche Reteitkamer. Sebagai pionir dalam penelitian
kepurbakalaan di Bali adalah W.O.J. Nieuwenkamp yang mengunjungi Bali pada
tahun 1906 sebagai seorang pelukis. Dia mengadakan perjalanan menjelajahi Bali.
Dan memberikan beberapa catatan antara lain tentang nekara Pejeng, Trunyan, dan
Pura Bukit Penulisan. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh K.C
Crucq tahun 1932 yang berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara Pejeng di
Pura Desa Manuaba, Tegallalang.
Penelitian
prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. H.A.R. van Heekeren dengan hasil
tulisan yang berjudul Sarcopagus on Bali tahun 1954. Pada tahun 1963
ahli prasejarah putra Indonesia Drs. R.P. Soejono melakukan penggalian ini
dilaksanakan secara berkelanjutan yaitu tahun 1973, 1974, 1984, 1985.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap benda-benda
temuan yang berasal dari tepi pantai Teluk Gilimanuk diduga bahwa lokasi Situs
Gilimanuk merupakan sebuah perkampungan nelayan dari zaman perundagian di Bali.
Di tempat ini sekarang berdiri sebuah museum.
Berdasarkan
bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang di Bali, kehidupan masyarakat
ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali dapat dibagi menjadi :
- Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
- Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
- Masa bercocok tanam
- Masa perundagian
1.
Persamaan dan perbedaan Agama Hindu-Buddha di India, Jawa dan Bali
Dilihat
dari sisi luar, perbedaan antara Hindu Indonesia dengan Hindu India sangat
kentara. Baik dari makanan yang dimakan, Pakaian sembahyang, Hari Suci yang
dirayakan maupun hal-hal lain yang bisa dilihat dengan kasat mata. Sebagai
contoh, orang-orang india dimana Veda diwahyukan, mereka mayoritas vegetarian,
sementara orang Hindu Indonesia (Bali,Jawa) mayoritas non vegetarian. Umat
hindu Bali dan Jawa sembahyang tiga kali yang disebut dengan Tri Sandhya,
sedangkan umat hindu dari India biasanya sembahyang dua kali pagi dan sore.
Salah
satu contoh kesamaan ajaran yang bisa dijumpai di berbagai daerah di Indonesia
maupun di India adalah Lima Keyakinan yang dikenal dengan nama Panca Sradda
yaitu:
1.
Percaya dengan adanya Tuhan,
2.
Percaya dengan adanya Atman,
3.
Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala,
4.
Percaya dengan adanya Reinkarnasi/Punarbawa/Samsara,
5.
Percaya dengan adanya Moksa.
Di
Bali ada lagi lontar-lontar yang ditulis oleh para Mpu yang telah mencapai
tingkatan spiritual yang tinggi seperti: lontar sundari gama, lontar buana
kosa, lontar sangkul putih, dan lain-lain.
Perbedaan
Agama Hindu-Buddha di India, Jawa dan Bali
Perbedaan
mulai tampak pada kerangka dasar yang ketiga yaitu yang disebut dengan Upacara
atau Ritual dan Hari Raya. Di sini tradisi dari masing-masing wilayah mewarnai
setiap upacara yang ada. Histori di setiap daerahpun berbeda,
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dalam perjalanan juga tidak sama,
sehingga melahirkan perayaan Hari Raya yang berbeda guna memperingati
peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah kehidupan manusia yang pernah
terjadi, yang nantinya bisa selalu diingat dan dijadikan suri teladan dalam
mengarungi kehidupan di maya pada ini.
Jangankan
Hindu India dan Indonesia, antara Hindu Bali dengan di Jawa saja ada banyak
perbedaan, untuk memahami perbedaan-perbedaan ini mari kita tengok sejarah
perkembangan Hindu di Bali seperti yang dituturkan oleh Ida Pandita Nabe Sri
Bhagavan Dwija dalam karyanya: “Hindu dalam Wacana Bali Sentris”
Hindu
Dharma dan Buddha Dharma
Hindu
Dharma
Pada
tahun 1958 Agama Hindu Bali mendapat tempat di kementrian agama R.I. sesudah Agama
Hindu Bali mendapat tempat di kementrian agama dibentuklah Dewan Agama Hindu
Bali, yang sesudah kongres disebut Parisada Dharma Hindu Bali
(1959), dan yang pada tahun 1964 diganti dengan Parisada Hindu Bali,
hingga sekarang.
Buddha
Dharma
Buddha
dharma adalah suatu ajaran yang menguraikan hakekat kehidupan berdasarkan
pandangan terang yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan dan kegelapan
batin dan penderitaan disebabkan ketidak puasan. Buddha dharma meliputi
unsur-unsur agama, kebaktian, filosofi, psikologi, falsafah, kebatinan,
metafisika, tata susila, etika dan sebagainya.
Dharma
mengandung 4 makna Utama:
1.
Doktrin
2.
Hak, Keadilan, Kebenaran
3.
Kondisi
4.
Barang yang kelihatan atau fenomena.
Komentar
Posting Komentar